Ego Pribadi Vs Kebersamaan

Di waktu itu, 16 Agustus 1945, para golongan muda mendesak Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan. Sampai akhirnya beliau berdua diculik dan alhamdulillah kemerdekaan pun terlaksana lebih cepat daripada rencana yang diusulkan Jepang. Dengan begitu, moment kemerdekaan bangsa ini pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah pemberian dari penjajah tetapi memang benar-benar jerih payah para pejuang bangsa. Itulah sekelumit kisah tanggal 16-17 Agustus 1945.  

Setelah 77 tahun dari tanggal tersebut, kami para generasi penerus di SPSS alhamdulillah juga mengalami moment yang serupa tapi tak sama. Kalau di waktu itu, 77 tahun yang lalu, memproklamasikan kemerdekaan dari penjajah, maka 77 tahun kemudian, kami yang di SPSS mengalami moment proklamasi kemerdekaan dari keegoisan.

Mengapa begitu? Pasalnya di hari-hari itu kita tetap mengutamakan aktivitas kebersamaan dibandingkan berlibur atau  tinggal di rumah bercengkrama dengan keluarga tercinta. Tanggal 16 Agustus kami prepare, gladi dan breafing sampai menjelang senja. Keesokannya, tanggal 17 Agustus, pukul 06.00 pagi sudah sampai untuk menunaikan amanah. Memang hanya satu dua yang datang ontime, tetapi kami semua pulang hingga menjelang isya di hari itu. 

Serangkaian aktivitas kebersamaan di SPSS, kami isi dengan upacara kemerdekaan, permain indoor dan panjat pinang. Dari sisi kuantitas agenda alhamdulillah semua berjalan lancar dan sukses. Mungkin dari kualitas perlu ada improve misal sense of belonging, kepekaan untuk menunaikan amanah yang sesuai waktu, komunikasi yang terbuka, kreativitas saat ada hal-hal yang unpredictable dan kecerdasan dalam memprioritaskan hal yang penting serta mendesak. 

Terakhir, tak ada gading yang tak retak tapi retaknya gading bisa diukir menjadi sesuatu yang lebih indah. Tak ada yang tak terbebani dengan amanah agustusan, namun insyaAllah beban itu dapat menjadi pemberat amal yang menjadi pintu keberkahan di dunia maupun di alam keabadian kelak. Alhamdulillah keberkahan  dunia yang kudapati berupa kebahagiaan di moment kemerdekaan itu dengan membuktikan pesan dari Bu Capri yakni plan menentukan 50% kesuksesan dan selebihnya nasib. Dan percayalah pasti Allah senantiasa memberikan nasib atau takdir terbaik menurutNya yang tidak bisa dijangkau oleh nalar manusia.

Terima kasih atas semuanya, maaf atas tutur dan khilaf yang kurang berkenan di hati. Semua berproses memerdekaan diri dari keegoisan pribadi untuk kebersamaan.🇮🇩

Komentar

  1. Semoga ke depannya bisa lebih baik lagi aamiin

    BalasHapus
  2. pengalaman memang jadi guru tebaik, semoga pengalaman kali ini bisa menjadi bekal kedepannya

    BalasHapus
  3. Terimakasih traktirannya bu heheh, ingat banget sor-sore dibeliin bakso. Semoga kita semua bisa menjadi lebih baik lagi

    BalasHapus
  4. Bu Dwi maapppp kemarin aku udah bete wkwk

    BalasHapus
  5. Kalimat terakhir aku suka nih, semoga semua bisa intropeksi diri. Semangat :*

    BalasHapus
  6. Semoga pengalaman tahun ini bisa menjadi pembelajaran buat tahun ke depan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual