Don't Judge Book by Its Cover

Semua pihak memandang kelas 203 dengan sebelah mata karena hanya melihat dari permukaan saja. Termasuk juga para siswa di kelas itu awalnya juga memiliki judgment dan stereotype negatif pada teman-teman maupun Bu Erlin.  Tetapi berbeda dengan Bu Erlin Gruwell. Sebagai guru kelas beliau mampu menelisik, memahami dan mengurai apa yang menjadi akar masalah yang dialami oleh para murid. 

Memang awalnya tak mudah. Sikap tidak respect dari murid-murid, pertentangan antar ras yang mereka sebut gangster yang diwarnai pembunuhan, tanpa dukungan dari pihak sekolah, bekerja sambilan yang hasilnya digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran sampai berujung perceraian dengan sang suami, permintaan dari ayah Bu Erlin untuk resign dari sekolah, karikatur kebencian dan kesalahpaham tentang Holocaust yang belum dipahami para siswa, pertemuan wali murid tanpa kedatangan seorang pun. Itulah beragam cover yang perlu disingkap oleh Bu Erlin sebelum memperoleh kebahagiaan sejati.

Bu Erlin menyadari bahwa potensi dan latar belakang stereotype para siswa perlu diperhatikan terlebih dahulu sebelum akademik mereka. Beliau meminta para siswa menulis jurnal serta mempersilakan untuk diletakkan dilemari jika jurnal mereka ingin dibaca Bu Erlin, membaca berbagai buku yang mampu membrain wash mereka seperti The Diary of a Young Girl karangan Anne Frank dan Zlata's Diary : A Child's Life in Sarajevo, memberikan permain dengan beragam pertanyaan umum dan yang berkaitan dengan masalah kehidupan mereka, mengajak para siswa mengunjungi museum toleransi, mempertemukan para murid dengan korban kekerasan Nazi, meminta mereka menulis surat untuk Miep Gies sehingga dapat mendatangkan beliau dari Belanda ke Amerika, dan membuat proyek menuliskan isi buku jurnal harian ke komputer yang diberi judul Freedom Writer.

Judge dan stereotype yang menyelimuti akhirnya mulai terkuak. Berbagai pihak tidak memicingkan mata lagi terhadap kelas 203. Para siswa bisa saling memahami, bertoleransi dan menerima perbedaan berkat tekad, kesungguhan, dedikasi dan ketulusan Bu Erlin dalam mendidik mereka. Tidak hanya itu, mereka semua pun akhirnya lulus dan melanjutkan ke perguruan tinggi dengan Bu Erlin sebagai salah satu pengajar di sana. Untuk mengenang perjuangan kelas 203 bersama Bu Erlin dan menebarkan nilai-nilai toleransi akhirnya dibentuklah Freedom Writer Foundation .

Komentar

  1. Salut dengan tokoh Erin yang tidak memandang sebelah mata kepada murid-muridnya, tapi sebaliknya malah merangkul mereka dan menjadikan mereka manusia-manusia yang lebih baik

    BalasHapus
  2. kita tidak pernah tahu apa yang dipendam orang meski luaran yang ditampilkan sangat berbeda

    BalasHapus
  3. Menelisik memahami murid, sehingga dapat menerapkan metode yg cocok, begitu bukan?

    BalasHapus
  4. Semoga kita bisa menjadi pendidik yang baik

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual