31x Kau Mengulangnya

Jawaban dari sang narasumber webinar writing mengalirkan energi untuk menjelajahi lagi kenangan di bulan Dzulhijjah. Perlahan yakinkan diri, untaian kata yang selama ini hanya tersimpan di loker si putih insyaaAllah pantas tuk bersanding dengan yang lain dalam prasasti ini. Selamat menyelami🙇‍♀️

Fabi ayyi alaa irobbikumaa tukadzibaan.....

Maka nikmat TuhanMu manakah yang kamu dustakan?

(Q.S Ar-Rahman)

Pagi itu begitu cerah, secerah wajah para santri PPMi RP, setelah semalam diguyur hujan yang menyejukkan dengan khas aroma tanah. Dari meja makan sampai ruang kelas pasti ada canda dan tawa yang menambah hangat ukhuwah. Suasana Sabtu pagi itu berbeda dari biasanya, rencana pembubaran panitia Idul Adha dengan rihlah ke air terjun Sri Gethuk dilanjutkan kunjungan ke Panti Asuhan Sayap Ibu didahului sebuah tragedi. Ada dua dosen yang datang ke pondok dengan asumsi memberikan mata kuliah pengganti yang kemarin sempat kosong. Hanya misscomuncation  yang terjadi antara musrifah dan para dosen, so mungkin dengan berat hati sang musrifah menolak beliau-beliau dan para dosen hanya bisa memberikan tugas tambahan.

Sekitar pukul 07.30, perjalanan pun dimulai dengan mengendarai bus yang telah disewa dan sebagian ada yang menyusul naik sepeda motor. Meskipun jalan yang ditempuh cukup terjal, tapi waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Sri Gethuk hanya sekitar 2 jam. Pemandangan indah terbentang luas yang didomanasi warna hijau deduanan dan langit biru cerah menggantung menawan. Decak kagum akan ciptaanMu pun tak bisa dielakkan. 

Meskipun tidak bisa menaiki perahu karena arus sungai Oyo yang deras akibat hujan semalam, tak mengurangi semangat kami menuju pusat air terjun Sri Gethuk. Senandung lagu terdendang riang mengiringi, perjalanan kami menyusuri persawahan dan jalanan yang cukup licin. Sesekali dengan gaya senyum “JAHE” kami mengambil gambar.

Pusat air terjun semakin dekat seiring dengan deburan suara air yang jelas. Berbeda dengan air yang akhir-akhir ini  “mengamuk” di Jakarta, ternyata air itu bisa  terlihat anggun dengan lantunan yang berirama. Sungguh menakjubkan alam semesta ini. Kadang bisa bersahabat dengan manusia, kadang pula bisa “mendendam” karena ulah manusia. Naluri ini akhirnya mengajak akal merenungi paradoks itu. Memang setiap detik setiap perjalanan, setiap peristiwa bagi seorang mukmin adalah pembelajaran. Pembelajaran dengan nurani dan akal yang saling melengkapi.

Setelah dari Sri Gethuk, kami melanjutkan perjalanan ke Panti Asuhan Sayap Ibu yang berada di Kalasan. Jujur kesan kali pertama menginjakkan kaki di halaman panti asuhan merasa biasa saja. Bangunan yang cukup terawat dengan ruangan yang lengkap, macam-macam alat permainan anak-anak yang terpasang permanen, halaman luas yang cukup teduh membuat orang mengira pasti anak-anak yang di panti hidup normal seperti manusia yang lain. Ternyata dugaan itu belum bisa diterima, termasuk perasaan saya yang biasa saja awalnya. Setelah bertemu dengan  mereka, hati ini bergetar. Belum lagi ditambah foto-foto yang tertampang di depan kamar anak-anak. Mereka semua cacat. Dari cacat grahita sampai autis semua ada di sana. Ya Allah.... Hati ini pun tertunduk.

Anak-anak keluar satu persatu dari kamar mereka setelah mandi. Ya Allah.... Semakin ngilu hati ini. Anak-anak itu tak hanya cacat, mereka tidak mengetahui dari siapa mereka dilahirkan dan dimana keluarga mereka. Penjelasan dari pengasuh panti bahwa rata-rata anak-anak itu ditemukan dalam kondisi terbuang. Ada yang di tempat sampah, ada yang di depan candi, ada yang ditaruh di depan panti. Ini bukan cerita sinetron, bukan pula mimpi, tapi memang nyata, terpampang jelas anak-anak itu di depan mata kepala kami.

Hal luar biasa yang tersirat dari mata mereka yakni semangat perjuangan hidup yang tetap membara. Meskipun mereka cacat, tak punya keluarga, mereka tetap berusaha mempertahankan eksistensi kehidupan mereka. Sinar ceria dari wajah mereka pun terpancar menerima kedatangan kami. Mereka berceloteh dengan riang meskipun dengan kalimat yang terbata-bata. Ada yang sudah bisa memasak, menyalon, melukis, membatik dan masih banyak ketrampilan lain. Bahkan saya tertegun dengan bahasa kasih yang ditunjukkan dua insan kecil itu tanpa basa-basi. Benar adanya, tak ada ciptaan Allah yang cacat, tak ada yang di bawah standar. Secara fisik mereka cacat, tapi secara nurani mereka sempurna.

Kembali hati ini tercenung, terlalu sering mengasihani diri sendiri. Tak jarang terucap kata mengeluh saat sebentar saja kenormalan itu pamit dari hidup kita. Padahal Allah telah memberikan begitu banyak nikmat, begitu banyak anugrah, begitu banyak karunia yang tak terhitung. Lantunan ayat cintaNya pun menggema lembut menggetarkan nurani,

Fabi ayyi alaa irobbikumaa tukadzibaan.....

Maka nikmat TuhanMu manakah yang kamu dustakan? (Q.S Ar-Rahman)

Sebanyak 31 kali Engkau mengulangnya, tetapi ternyata sindiran itu tak lebih banyak kami lupakan. Astaghfirullah...Tangis tak harus beriringan dengan kesedihan, tangis ini mampu pancarkan bahagia. Bahagia hati ini masih mampu merasakan sindiranMu. Ya, sebanyak 31 kali Engkau mengulangnya.

*RP's moment 19012013

 

Komentar

  1. bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Nikmat sehat dan nikmat yang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Nikmat sehat dan nikmat yang lain

      Hapus
  2. bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Nikmat sehat dan nikmat yang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Nikmat sehat dan nikmat yang lain

      Hapus
  3. bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Nikmat sehat dan nikmat yang lain

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual