Potret Kita

Kedatangan beliau-beliau bermaksud memotret kita seindah warna aslinya. Episode penantian akan kedatangan beliau-beliau di hari itu cukup membuat kita bosan, tetapi kita sedikitpun tak boleh menampakkan rasa kecewa apalagi protes. Setelah sekitar 45 derajat jarum kecil bergeser dari titik acuan semula, alhamdulillah proses pemotretan kita dimulai.

Bukan sekedar kamera HP yang digunakan, bahkan bukan pula kamera SLR yang dipakai untuk memotret kita. Potret ini diambil dengan menggunakan instrumen yang hasilnya menjadi penentu atas ijin legalitas warna kita. Oleh karena itu kita benar-benar ikhtiar sepenuh hati untuk dapat memperoleh potret dengan warna terindah.

Dalam episode pengambilan protret kita, ada warna yang tersirat dalam peranku yakni dengan menunaikan amanah mengkoordinasikan bagian konsumsi dan bingkisan. Alhamdulillah menu snack  maupun makan besar serta ketepatan waktu penyajian dapat terlaksana dengan memuaskan dan perlu dipertahankan. Warna elok untuk konsumsi patut terpancar.

Hanya saja saat penyerahaan bingkisan, warna potret kita terlihat bagai jelaja. Bingkisan yang sudah terantar di tempat tujuan harus dikembalikan ke tempat semula. Dan pesan "wis ora jamane" kian memperpekat warna jelaja.

Ternyata, tidak hanya elok dan jelaja yang terpotret dalam peranku. Ada keterlemparan faktisitas berupa tugas unpredictable untukku yang ikut mewarnai potret kita. Warna abu-abu lumayan pantas mencerminkan hal itu. Abu-abu terpotret dalam warna kita karena diri ini mendampingi salah satu rekan yang mungkin jawaban atas instrumen yang diajukan oleh beliau-beliau terkesan samar.

Sekalipun memang ada yang berwarna jelaga dan abu-abu, kuyakini pasti akan memaniskan dan memperindah potret kita yang akhirnya menjadi yang terbaik. Terbaik dalam keterbatasan sehingga sadar tentang arti potret kita sebagai manusia biasa yang berada dalam Kuasa Sang Maha. La haula walaa quata illa billah🙇‍♀️

       

Komentar

  1. Semoga "warna" kita menjadi kesan bagi mereka

    BalasHapus
  2. dan kalimat wes ora jamane selalu diucapkan bu dwi setelah itu wkwk

    BalasHapus
  3. "wis ora jamane" menurutku sih itu menuju ke negative respon ke kita. Namun niat kita hanya memberikan cenderamata bukan untuk tujuan yang lain. semoga kunjungan mereka memiliki kesan warna indah dari sekolah kita.

    BalasHapus
  4. Semoga hasilnya seperti yang kita harapkan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual