Anatomi Kebencian

Yuk kita merenung sebentar, saling mengingatkan dan memetik kebaikan dari renungan ini bersama. Alangkah banyaknya tulisan tentang cinta, tapi amat sedikit yang bercerita tentang kebencian. Padahal benci itu sangat tipis dengan cinta. Dan dalam kenyataannya kita hidup dalam kebencian, dengan seluruh anak-anak kandungnya.

Sejak kecil kita tumbuh untuk benci, memusuhi dan menyalahkan. Kita telah diajarkan untuk membenci tikus, kecoak, kotoran, lumpur, hujan dan panas. Memusuhi dokter, guru, polisi, orang baik atau orang jahat. Membenci orang Cina, orang Arab, orang Jawa, orang Papua, ora Batak, orang provinsi atau ras tertentu dan lain sebagainya.

Kita dididik untuk menyalahkan meja yang membuat kepala kita terantuk, kursi yang membuat kaki kita tersandung, pintu yanf membuat tangan kita terjepit, pisau yang membuat jari kita terluka, air panas yang kita tumpahkan sendiri dan seterusnya. Kita dibesarkan oleh budaya membenci dan memusuhi. Padahal, sahabatku, orang jahat pun ada bukan untuk dimusuhi. Mereka butuh dikasihi dan diajak untuk kembali baik sepertimu.

Akhirnya, di dalan pikiran kita sering beredar kebencian. Kita menyalahkan sistem yang baik hanya karena ia tidak menguntungkan kita. Kita secara naif memusuhi orang yang berbeda pendapat menasehati kita, mengingatkan atau punya perspektif yang berbeda dengan kita.

Sahabatku, apa guna semua kebencian itu? Apa manfaatnya bagi kita kecuali menyulitkan hidup, menyusahkan hati dan membuat letih pekerjaan kecil apalagi tugas besar. Membuat penghormatan orang kepada kita raib dalam sekejab. Karena mereka menilai tak baik tentang kita lewat kata-kata yang diucapkan, lewat tulisan yang  diposting di jejaring sosial, lewat perilaku kebencian di rumah, sekolah, kantor dan ruang publik lainnya.

Sahabatku, apa guna semua kebencian selain menghalangi kita memperoleh kebaikan-kebaikan dari orang atau benda yang kita musuhi itu. Sebab kebencian menutupi hati untuk menerima kebajikan dari orang lain. Ia membiarkan diri kita tetap dalam kegagalan dan keterpurukan sedangkan yang kita musuhi mungkin telah melesat jauh ke bulan. Mereka punya segala hal, sementara diri kita hanya punya satu hal : kebencian.

Kebencian itu seperti sebuah tembok gelap yang menjulang tinggi. Membuat kita terhalang dari manfaat-manfaat kehidupan. Sebanyak apa pun kita berucap maaf dan menyianginya dengan cinta, benci itu akan jadi penghalang. Sungguh meruginya cinta yang terbalut benci. Dan pasti mengerikan anatomi benci itu saat dibedah dengan pisau kesalahan yang penuh karat dalam ingatan kita.

Yuk kita merenung sebentar sahabatku🙇‍♀️

*L_f_T

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual