Guru Aini

 Dalam desau sepi angin pagi

Dalam gerimis hujan dini hari

Dalam gerak-gerik halus benda-benda

Dalam harapan-harapan yang tak terkata

Tersimpan rahasia

Mengapa kita ada

---Andrea Hirata---


Desi Istiqomah namanya. Seorang anak bungsu dari pedagang sukses yang konon katanya juga bersikukuh dengan pilihan hidupnya. Jika Bapak dari Desi bersikukuh untuk tidak kuliah karena memilih berdagang, lain hal dengan Desi. Desi lebih memilih untuk kuliah D3 ikatan dinas untuk menjadi guru Matematika di daerah pelosok daripada yang lainnya meskipun dia harus merantau dan putus dengan pacarnya, Runding Ardiansyah. Ibu dari Desi dan Bu Salamah sebagai kepala sekolah juga melakukan berbagai cara agar Desi mengurungkan niatnya tetapi hasilnya nihil. Berbeda dengan ayah dari Desi yang memiliki watak yang serupa dengan anaknya sangat mendukung penuh keputusan Desi. 

Dan tidak disangka Desi menjadi lulusan terbaik dan berhak memilih di tempat mana dia akan mengabdi. Tetapi Desi menolak untuk memilih tempat dimana dia akan mengabdi dengan tetap mengambil undian. Bagansiapiapi, itulah undian yang terambil oleh tangan Desi. Di sisi lain, Salamah, teman kuliah Desi, terisak-isak karena mendapatkan tempat yang sama sekali asing dan tidak pernah terdengan oleh siapapun, Tanjong Hampar. Desi pun menukar hasil undian yang diambilnya dengan Salamah karena sejak awal Desi ingin menjadi guru Matematika di pelosok. Dengan penuh tangis haru keluarga Desi mengantarkan sampai naik bus. Ayah Desi yang sudah membelikan anaknya sepatu tiba-tiba memanggil Desi saat akan naik bus lalu mengikatkan tali sepatu itu bagai ikatan tali sepatu pemain bola. Itulah cara Ayah Desi menguasai diri ketika harus melepas anaknya merantau.

Desi melakukan perjalanan selama 6 hari 6 malam dengan bergonta-ganti armada. Dari bus, angkot, kapal maupun perahu yang terkadang dia mabuk dan mual sehingga sesampai di daerah tujuan sepatu baru yang semula terlihat putih bersih akhirnya sudah berubah warna. Tepatnya di Ketumbi, Tanjong Hampar, Desi mengajat dan memancang idealisme, menjadi guru Matematika hingga menemukan murid briliant. Di sana dia awalnya tinggal di rumah kepala SMA lalu mendapatkan rumah dinas tipe 21. Di Ketumbi Desi bertemu dengan Layla yang juga guru Matematika lulusan ikatan Dinas tetapi mengajar SMP. Desi dan Layla pun bersahabat. Di sana orang-orang senang memanggil mereka dengan Bu Guru.

Bu Guru Desi bernadzar baru akan mengganti sepatunya setelah dia menemukan murid briliant itu. Debut Awwaluddin, seorang anak briliiant yang semula akan membuat Bu Guru Desi memenuhi nadzarnya tetapi ternyata anak itu mengecewakan Bu Guru Desi. Debut sekali pernah belajar di rumah Bu Guru Desi dan pada suatu saat dia dengan sengaja menulis jawaban salah saat ulangan Matematika. Tidak hanya itu, Debut memilih untuk duduk di barisan belakang dengan rombongan 9 yang perlahan-lahan mereka keluar dan dikeluarkan dari sekolah. 

Sakit hati Bu Guru Desi masih membekas sampai suatu ketika datanglah seorang anak bernama Nuraini Binti Syafruddin yang mengajukan diri untuk pindah di kelas Bu Guru Desi. Semula sabahat Aini yakni Enun dan Sa'diah serta Pak Tabah sebagai guru Matematika Aini menyangsikan tekad Aini. Menurut Bu Guru Desi bahwa Aini mengalami semacam histeria karena suatu peristiwa. Aini, seorang anak yang selalu mendapatkan nilai biner untuk matematika tiba-tiba ingin pindah ke kelas Bu Guru Desi karena ingin menjadi dokter dengan latar belakang ayahnya mengalami sakit yang misterius. Dan menurut perawat di puskesmas dan tabib tersohor di Ketumbi hanya dokter yang belajar mendalam yang dapat mengobati sakit ayah Aini. Adapun salah satu syarat untuk menjadi dokter harus pandai Matematika.

Awalnya Bu Guru Desi memgira Aini hanya akan bertahan sepekan atau dua pekan di kelasnya. Dugaan Bu Guri Desi salah. Aini semakin teguh, kuat dan kukuh niatnya untuk belajar dari Bu Guru Desi. Pada suatu sore, Aini mengunjungi rumah dinas Bu Guru Desi untuk belajar tetapi saat itu hanya ada anak-anak asuh Bu Guru Desi. Sore hari berikutnya barulah dia dapat bertemu Bu Guru Desi di rumah dinasnya untuk belajar. Satu bulan dua bulan tidak ada perubahan yang signifikan pada Aini hingga Bu Guru Desi sudah hampir putus asa dalam mengajarinya Matematika dengan berbagai pendekatan. Dan di suatu waktu, mata Bu Guru Desi tertuju pada buku The Principle of Calculus. Diajarilah Aini dengan pendekatan kalkulus yang semula terasa ganjil olehnya karena pelajaran dasar di SMP saja Aini tidak paham-paham. Alhasil Aini memang berjodoh dengan Kalkulus. Aini yang sentimentil alias sangat perasa itu dapat dengan mudah memahami kalkulus atas bimbingan Bu Guru Desi. Tidak hanga Kalkulus, Bu Guru Desi juga mengajari Aini penguasaan diri dan keberanian. Saat berangkat dan pulang untuk belajr di rumah Bu Guru Desi, Aini harus berlari. Pernah pula Bu Guru Desi menutup mata Aini lalu memintanya untuk meniti di atas sungai hingga dia terjatuh berkali-kali tetapi akhir dapat sampai di tepi sungai. Begitu sangat berkesan Aini pada Bu Guru Desi.

Hari yang ditunggu pun tiba. Aini lulus dari SMA dengan mendapatkan nilai Matematika 10 dan itu nilai terbaik sekabupaten Tanjong Hampar. Aini berbisik pada ayahnya yang terbaring lemas di kamar bahwa selangkah lagi di akan jadi masuk di fakultas kedokteran dan menjadi dokter untuk dapat menyembuhkan ayah. Aini pun mengikuti tes di provinsi sehingga mengalami perjalnan yang dulu pernah dialami oleh Bu Guru Desi. Tes seleksi perguruan tinggi pun diselesaikan Aini. Sembari memunggu pengumuman dia tetap berad di ibukota provinsi sembari bekerja menjadi pelayan restoran. Dan alhamdulillah Aini lulus lalu mengabari orang tua, para sahabat dan Bu Guru Desi dengan mengirimkan koran yang berisi pengumuman kelulusannya. Namun sayang beribu sayang, meski sudah lulus tes Aini terkendala dengan masalah uang masuk perguruan tinggi. Akhirnya dia pun pulang ke Ketumbi dengan hati yang tersayat-sayat. Ibu Aini yang menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya menderita sakit sudah menyadari hal itu tetapi tidak dapat menghentikan semangat belajar Aini. Aini pun berkunjung ke rumah dinas Bu Guru Desi. Didapatinya rumah itu tertutup rapat dan ada kabar bahwa Bu Guru Desi sudah mutasi dengan kembali ke rumah asalnya. Aini cita-cita dokter melanjutkan hidupnya dengan bekerja di warung kopi milik sahabat ibunya. Aini cita-cita dokter masih menyimpan harapan untuk dapat mewujudkan impiannya. Masih mengayuh sepeda yang bertuliskan Aini Cita-Cita Dokter.😊🙇‍♀️


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual