The Prophet (Sang Nabi)

Almustofa, yang terpilih dan terkasih
Laksana fajar di zamannya,
Dua belas tahun terdampar di kota Orphalese,
Kini menanti kapalnya tiba,
Membawanya pulang, kepangkuan bumi kelahirannya ... 


Aku, si pencari kesunyian,

Mustika apakah yang telah kutemukan di dalamnya, yang  patut kuwariskan?

Pabila hari ini saatku mengetam, di ladang manakah  dahulu, kusebarkan benih-benihku,

serta di musim apakah yang terlupa?


Jika kinilah waktunya kuangkat lentera,

Nyala di dalamnya bukanlah dariku.

Kosong dan gelap kuacungkan,

Penjaga malamlah penyulut sumbu,

Setelah minyaknya dipenuhkan pula.

Laksana ruh engkau hidup di antara kami,

Dan bayang-bayangmu menyaputkan cahaya di atas wajah kami.


Kami telah menyayangimu, namun dengan kasih yang membisu

Serba terselubung, oleh aneka macam kerudung.

Tetapi kini kasih kami menjerit kepadamu, tanpa tedeng aling-aling semu.

Memang, bukankah selamanya kasih sayang itu tak menyadari kedalamannya sendiri,

Sampai datang saat berpisah?

 

Berkatalah Almitra: Bicaralah tentang Cinta.

 

Pabila cinta memanggilmu, ikutilah dia,

Walau jalannya terjal berliku-liku.

Dan pabila sayapnya merangkummu,

pasrahlah serta menyerah,

walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu.

Dan jika dia bicara kepadamu, percayalah,

walau ucap annya membuyarkan mimpimu,

bagai angin utara mengobrak-abrik pertamanan.

 

Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu,

demikian pula dia menyalibmu.

Demi pertumbuhanmu,

begitu pula demi pemangkasanmu.

 

Cinta tak memberikan apa-apa,

kecuali keseluruhan dirinya, utuh-penuh,

Pun tidak mengambil apa-apa,

kecuali dari dirinya sendiri.

 

Cinta tiada berkeinginan selain mewujudkan maknanya.

Namun, jika kau mencinta disertai berbagai keinginan,

Wujudkanlah dia demikian:

Meluluhkan diri, mengalir bagaikan sungai, yang menyanyikan lagu persembahan malam,

Mengenali kepedihan kemesraan yang terlalu dalam.

Merasakan luka akibat pengertianmu sendiri tentang cinta;

Dan meneteskan darah dengan sukarela serta sukacita.

Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan,

Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan.

Istirahat di terik siang merenungkan puncak-puncak getaran cinta;

Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada;

Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari,

Dan sebuah nyanyian puji syukur tersungging di bibir senyum.



Seorang  peladang datang bertanya:

Berilah penjelasan pada kami soal kerja.

 

Kau bekerja, supaya langkahmu seiring irama bumi,

Serta perjalanan roh jagad ini.

Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim,

Serta keluar dari barisan kehidupan sendiri,

Yang menderap perkasa,

Megah dalam ketaatannya,

Menuju keabadian masa.

 

Bila bekerja, engkau ibarat sepucuk seruling,

Lewat jantungnya bisikan sang waktu menjelma lagu.

Siapa mau menjadi ilalang dungu dan bisu,

Apabila semesta raya melagukan gita bersama?

 

Selama ini kau dengar orang berkata bahwa kerja adalah  kutukan,

Dan susah-payah merupakan nasib, takdir suratan.

 

Tetapi aku berkata padamu bahwa bila kau bekerja,

Engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi,

Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma.

Dengan selalu menyibukkan diri dalam kerja,

Hakikatnya engkau mencintai kehidupan.

Mencintai kehidupan dengan bekerja,

Adalah menyelami rahasia hidup yang terdalam.

Namun apabila dalam derita kau sebut kelahiran sebagai  siksa,

Dan pencarian nafkah sebuah kutukan yang tercoreng di kening,

Maka aku berkata bahwa tiada lain dari cucuran keringat jua,

Yang dapat membasuh suratan nasib manusia.

 

Namun, aku berkata bahwa hidup memang kegelapan, kecuali: jika ada dorongan.

Dan semua dorongan buta belaka, kecuali: jika ada pengetahuan.

Dan segala pengetahuan adalah hampa, kecuali: jika ada pekerjaan.

Dan segenap pekerjaan adalah sia-sia, kecuali: jika ada kecintaan.

 

Jikalau kau bekerja dengan rasa cinta,

Engkau menyatukan dirimu dengan dirimu,

Kau satukan diri dengan orang lain, dan sebaliknya,

Serta kau dekatkan dirimu kepada Tuhan.

 

Dan apakah itu, bekerja dengan rasa cinta?

Laksana menenun kain dengan benang yang ditarik dari  jantungmu,

Seolah-olah kekasihmulah yang akan mengenakan kain   itu.

 

Bagai membangun rumah dengan penuh sayang,

Seolah-olah kekasihmulah yang akan mendiaminya di masa depan.

 

Seperti menyebar benih dengan kemesraan, dan memungut panen dengan kegirangan,

Seolah-olah kekasihmulah yang akan makan buahnya  kemudian.

 

Patrikan corakmu pada semua benda,

Dengan napas dari semangatmu pribadi.

Ketahuilah bahwa semua roh suci sedang berdiri mengelilingimu,

Memperhatikan dan mengawasi, serta memberi restu.

 

___Kahlil Gibran___


Komentar

  1. Puisi yang indah, pertama kali tahu Kahlil Gibran dari film 5 cm dan itu luarbiasa

    BalasHapus
  2. "Dan segenap pekerjaan adalah sia-sia, kecuali: jika ada kecintaan." Setuju sekali

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual