Titik Tumpu, Sandaran?

Dalam dunia fisis, titik tumpu menjadi acuan untuk menentukan jarak kuasa dan jarak beban. Semakin panjang jarak beban yang berarti semakin jauh dari titik tumpu maka keuntungan mekanis yang dihasilkan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya. Itulah kaca mata ilmu sains yang bersifat empiris.

Jika dirasionalisasikan dengan numerik pun bisa diterima secara nalar.  Misal dengan keuntungan mekanis sebesar 2 maka kuasa berupa gaya 10 newton dapat mengangkat beban 20 newton.  Rasionalisme dan empirisme dapat menerjemahkan bahasa alam yang material. 

Hanya saja perlu diklarifikasi lebih lanjut, apakah cukup mengungkap alam dari sisi fisis dan numerik saja? Mari lengkapi rasional dan empiris kita dengan kedalaman rasa.

Ibarat keuntungan mekanis itu kebahagiaan, beban itu amanah, dan gaya kuasa adalah ikhtiar kita, maka untuk mendapatkan kebahagiaan perlu ada ikhtiar yang kadang sebanding, lebih kecil atau bahkan lebih besar dari amanah kita.

Dalam kondisi keuntungan mekanis 1 yang berarti amanah sesuai dengan ikhtiar maka kebahagiaan hidup kita setimbang. Jika keuntungan mekanis kurang atau lebih dari 1 yang berarti amanah tidak sebanding dengan ikhtiar maka hidup kita terlalu mengutub ke kanan alias bahagia berlebih atau terlalu condong ke kiri alias kurang bahagia.

Kunci dari keuntungan mekanis 1 yang berupa kondisi kesetimbangan adalah ketepatan dalam menentukan dan menempatkan titik tumpu. Jadi hidup yang terlalu mengutup ke kanan atau ke kiri dapat menjadi pertanda belum sinkron dengan titik tumpu.

Bagaimana agar titik tumpu itu bisa tepat dan pas?  Perlu akal yang bekerja dengan rasional, indra yang berfungsi secara empiris, kedalaman rasa yang dipimpin oleh hati untuk menentukan dan menempatkan titik tumpu itu. Yuk kita sadari, apa dan dimana titik tumpu alias sandaran hidup kita🙇‍♀️










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual