Kurikulum Hidup : Refleksi IHT
Bagi yang bergelut di dunia pendidikan akan tidak asing dengan kata kurikulum. Mengutip dari Olivia dalam buku “Developing the Curriculum“ menggambarkan bahwa kurikulum seperti orang buta yang sedang memegang gajah. Jika yang dipegang itu telinga gajah maka yang terimajinasikan adalah hal yang lebar, jika yang dipegang ekor akan terpikirkan sebagai sesuatu yang panjang, dan jika yang terpegang kaki maka seperti tabung. Oleh karena itu, dalam menafsirkan kurikulum pun setiap orang memiliki persepsi masing-masing.
Bermula dari hal di atas, dalam tulisan ini
tentu hanya sekelumit memotret ulasan tentang kurikulum merdeka yang didapatkan
dari IHT hari ini. Ranah yang dipilih yakni profil pelajar Pancasila bagi diri pribadi
yang dikaitkan dengan kompetensi pendidik karena sejatinya saya juga seorang pelajar
dalam hidup ini.
Profil pertama yakni beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Alhamdulillah dianugerahi keimanan yang
harus dijaga dengan pemahaman alias “fight seeking understanding" karena tak
terpungkiri kadang iman itu naik turun. Untuk pengamalan yang berhubungan dengan
ketaqwaan dan akhlak mulia, ada prinsip yang perlu dipegang yakni semampunya dalam
menjalankan perintah tetapi sekuat tenaga menjauhi larangan.
Selanjutnya mandiri. Secara mutlak memang setiap
orang tidak dapat mandiri sekalipun sudah memiliki segalanya dan berada dalam top
leader. Hanya saja, kemandirian dalam konteks
pribadi yang matang menurut pandangan saya yakni dapat mengetahui batas diri. Dengan
mengetahui ambang batas diri diharapkan dapat terbebas dari ketergantungan yang
sekunder dan tersier yang akhirnya akan cukup dan puas dengan hal yang primer.
Nilai berikutnya berupa gotong-royong. Secara fitrah manusia terilhamkan dengan kebutuhan
gotong royong yang menjadi kodratnya. Kisah Nabi Adam dapat menjadi bukti riil tentang
perlunya kebersamaan atau gotong royong sekalipun sudah tinggal di surga dengan
segala kenikmatan. Tentu, gotong royong atau kebersamaan kita bukan untuk hal-hal
yang kurang pantas seperti dosa dan permusuhan.
Berikutnya bernalar kritis. Sejauh pengamatan
dan pengalaman, saya meyakini bahwa setiap bayi yang yang terlahir normal hingga
balita akan memiliki rasa ingin tahu yang menjadi bekal untuk bernalar kritis. Tapi
sayang, pada usia itu juga kadang-kadang rasa ingin tahu itu terkubur dan bahkan
dikubur. Lalu bagaimana peran kita sebagai pendidik? Hal minimal yang dapat dilakukan
yakni mengakomodasi setiap pertanyaan yang disampaikan para siswa. Jika tidak ada
pertanyaan maka kita yang ganti bertanya dengan model-model pertanyaan yang merangsang
nalar mereka.
Lalu kreatif. Kreatif tidak harus selalu berada pada tahap mencipta yang baru. Dengan modifikasi baik penambahan atau pengurangan dalam aspek-aspek tertentu maka hal itu cukup dikatakan kreatif. So, sebelum mencapai tahap kreatif perlu ada kepekaan dan kefokusan dalam mengamati berbagai hal sampai akhirnya kita dapat “clue” maupun inspirasi untuk memodifikasi.
Terakhir, berkebhinekaan global. Meskipun dalam
tradisi keilmuan saat ini sangat menekankan pada spesialisasi tetapi kesadaran untuk
berkebhinakaan global tetap dibutuhkan untuk mengurangi sekat-sekat kekhususan itu
sehingga kita tidak berkaca mata kuda. Misal dengan adanya projek membuat maket
rumah adat tradisional Indonesia kita dapat memasukkan muatan Prakarya terkait estetika,
Fisika untuk mengukur jarak dan titik berat setiap dinding maket, Geografi dalam
hal asal daerah serta Matematika digunakan untuk menghitung dana maupun proporsi
maket.
Meskipun belum seluruhnya merangkum materi IHT,
semoga refleksi yang dituangkan dalam prasasti ini dapat bermanfaat minimal untuk
saya pribadi. Tak perlu ada alasan untuk hal yang benar, baik dan manfaat karena
jika alasan itu terkikis bisa jadi rasa malas menghinggapi. So, yuk kita senantiasa berlindung kepadaNya dari rasa malas dan alasan yang dibuat-buat😊
ilmu baru, inovasi baru, semangat baru
BalasHapusilmu baru, inovasi baru, semangat baru
Hapusilmu baru, inovasi baru, semangat baru
BalasHapusilmu baru, inovasi baru, semangat baru
BalasHapusilmu baru, inovasi baru, semangat baru
Hapusilmu baru, inovasi baru, semangat baru
BalasHapusilmu baru, inovasi baru, semangat baru
BalasHapus