1/4 Tahun

Seperempat tahun kita membersamai mereka. Tentu setiap dari kita punya kisah dan titik tekan masing-masing saat KBM. Adapun yang dapat kupetik selama seperempat tahun ini antara lain:

☆ Perencanaan KBM yang dinamis. Sudah sewajarnya setiap guru merencanakan apa yang akan diajarkan kepada para murid. Namun seiring berjalannya waktu, perencanaan yang sudah disiapkan kadang-kadang mesti dikreasikan. Misal, hal yang pernah saya alami saat sudah merencanakan untuk membelajarkan tentang radioisotop ternyata sebagian besar siswa mengajak petak umpet dengan bersembunyi di atas pohon. Akhirnya saya perlu waktu untuk mencari dan menelaah terlebih dahulu apa maksud dari semua itu.

☆Kinestetik yang mendominasi. Dalam satu kelas memang tidak bisa dipungkiri ada beragam tipe belajar yang menjadi pasion setiap siswa. Ada yang cukup paham dengan mendengar, ada pula yang dapat paham dengan melihat misal dengan membaca saja. Dan mereka rata-rata senang belajar dengan melakukan gerak atau tipe kinestetik yang menjadi ciri khas dari calon atlet. Dengan kata lain, mereka antusias saat KBM berupa praktikum untuk science, tapi sangat kurang bersemangat jika harus mendengarkan penjelasan.

☆ Telingaku dua mulut cukup satu. Ungkapan itu juga berlaku selama KBM. Mereka sungguh sangat suka bersuara, bernyanyi, berceloteh, bercerita, berkeluh kesah sekalipun mereka itu berposisi sebagai murid. Jadi saat KBM, saya perlu lebih menggunakan telinga daripada mulut. Sering kali saat kusebut suatu kata dalam rangka menjelaskan tiba-tiba mereka menyambung kata itu dengan nyanyian, maka saya berhenti berkata dan menunggu mereka sampai selesai menyanyi.

Terkait dengan improve KBM setelah 1/4 tahun ini yakni konsistensi dalam setting kelas dan refleksi. Artinya, berusaha memastikan kenyaman kelas bagi semua pihak dan lebih rutin mengalokasikan waktu untuk refleksi sebelum jam KBM berakhir. 

Tentang tokoh panutan dalam dunia pendidikan, ada dua profil yang saya senangi dan perlu didalami lagi petuah dari beliau-beliau. Tokoh pertama yakni Ki Ageng Suryomentaram sebagai model untuk pendidikan andragogi (orang dewasa) dan yang kedua Ki Hajar Dewantara sebagai model pedagogi (usia sekolah) . Mengapa tokoh-tokoh tersebut? Karena kedua tokoh itu bagai dua sisi mata uang rupiah. Dua sisi maksudnya kedua tokoh itu memang beda konsen tetapi mereka bersahabat dan saling melengkapi. Rupiah artinya asli mata uang Indonesia, yang menandakan spirit pendidikan beliau-beliau sesuai dengan jiwa bangsa ini. Bahkan ajaran kedua Ki tersebut bersifat perenial alias melintasi sekat ruang maupun waktu yang akan menyatukan kita dalam ikatan kemanusiaan.


Komentar

  1. Semoga upaya dan kreatifitas Bu Dwi mendapat perhatian lebih dari anak - anak,

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Kenyamanan anak kepada guru itu utama bu, anak nyaman semua yg kita lakukan akan mendapatkan perhatian.

    semoga kreativitas yg bu dwi selalu terapkan selama pembelajaran bisa menjadikan anak nyaman dan selalu memperhatikan

    BalasHapus
  4. Kita harus banyak belajar cara membuat siswa nyaman, tapi jangan lupa ketegasan pada mereka

    BalasHapus
  5. harus memperkaya kata kalau baca blog Bu Dwi

    BalasHapus
  6. harus memperkaya kata dulu kalau baca blog Bu Dwi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual