Mengkaji Mohammad Hatta
Meminjam kosa kata dari
teman-teman Tiongkok, Mohammad Hatta itu mewakili model Yin. Memang tidak sedahsyat seperti Soekarno yang bermodel Yang, tetapi jika dipikir agak mendalam
maka Mohammad Hatta memiliki gagasan-gagasan yang lebih panjang dibandingkan
gagasan-gagasan Soekarno. Kita butuh dua-duanya, pahlawan bermodel Yin dan Yang, kita butuh yang waow
seperti Soekarno, kita juga butuh yang mantap seperti Mohammad Hatta. Namun, rata-rata
orang lebih memandang pahlawan tipe Yang
dengan identik ramai sedangkan Yin yang
kalem itu jarang. Dan Mohammad Hatta adalah orang yang sangat teguh sekali
dengan tipe dan prinsipnya.
Mohammad Hatta lahir di
Bukittinggi tanggal 12 Agustus 1902 dan meninggal pada tahun 1980. Nama asli
Mohammad Hatta sebenarnya Mohammad Athar, bukan Hatta. Hanya saja lidah orang Bukittinggi
tidak sefasih seperti orang Arab, jadi memanggilnya Atta yang lama-lama menjadi
Hatta. Beliau masih keturunan ulama besar, Syeikh Abdurrahman Batuhampar. Kalau
di Jawa, ulama besar tersebut selevel dengan K.H. Hasyim Asy’ari. Ayah dari Mohammad
Hatta yakni Syeikh Mohamad Jamil. Jadi tidak diragukan lagi tentang silsilah keturunan
dan keberagaman Mohammad Hatta yang sangat kuat.
Meskipun demikian, ada
juga yang menuduh Mohammad Hatta agak sekuler karena beberapa gagasan beliau.
Dan tuduhan itu tidak dijawab lewat debat tetapi dengan perilaku. Karakter ini terbentuk salah satunya karena sejak kecil beliau sangat tekun belajar dari para tokoh alim ulama. Guru-guru beliau antara lain para
pembaharu seperti Syeikh Jamil Jambek dan Syeikh Ahmad Muhammad.
Sampai umur 19 tahun,
Mohammad Hatta menimba berbagai ilmu di Bukittinggi termasuk ilmu sepak bola
dengan ikut club Young Fellow dan
mampu menjadi juara selama tiga tahun berturut-turut. Posisi Mohammad Hatta di club tersebut sebagai
gelandang tengah bagian belakang. Beliau jago bermain bola karena mampu membangun
serangan seperti Evan Dimas. Jadi, Mohammad Hatta itu bagai Evan Dimas pada
zaman perjuangan kemerdekaan.
Mohammad Hatta
melanjutkan studi ke Belanda pada usia 19 tahun. Didukung oleh kegemaran beliau
untuk membaca maka ilmu-ilmu beliau mulai terasah di Belanda. Karena sangat
senang membaca, jika ada buku mahal maka dia membuat janji dengan pemilik toko buku
untuk membelinya secara kredit selama beberapa bulan sampai lunas.
Hidup di Belanda selain
sebagai mahasiswa, Mohammad Hatta juga berperan sebagai aktivis pergerakan pejuang
kemerdekaan. Beliau termasuk salah satu tokoh yang ditakuti dan dimusuhi oleh pihak penjajah.
Oleh karena itu, meskipun tercacat sebagai mahasiswa Nederlandsche Handels-Hoogeschool di Rotterdam Belanda, beliau berulang kali mengalami
pembuangan dan penjarahan.
Hal yang khas dari
Mohammad Hatta bahwa dibuang kemana pun dan sejauh apapun maka buku tidak boleh
ketinggalan. Pernah suatu ketika beliau akan naik pesawat bersama anak-anak angkatnya
dari daerah pembuangan dan ternyata bagasi pesawat tidak cukup. Lalu, Mohammad
Hatta diminta memilih antara buku atau anak-anak dan beliau lebih memilih buku.
Hal tersebut membuat sahabat beliau yakni Sutan Syahrir marah. Hingga akhirnya
Mohammad Hatta mau berkompromi untuk tidak membawa beberapa buku-buku dengan
syarat ada salah satu anak angkat yang ditinggal dan ditugasi merawat buku-buku
tersebut.
Mohammad Hatta membawa
minimal 16 peti besar berisi buku yang dibawa selama pengasingan dari Belanda
ke Digul lalu ke Banda Naira, kembali
lagi ke Jakarta lanjut dibuang ke Bangka. Bahkan sampai beliau meninggal dapat
mewariskan 300.000 lebih judul buku. Oleh karena itu, semangat membaca dari
Mohammad Hatta perlu kita teladani.
Mohammad Hatta adalah
orang yang serius, rajin, tekun, lebih asyik dengan ilmu dan aktivitas
pergerakan hingga telat menikah. Saat disarankan untuk menikah oleh teman-teman
pergerakan, beliau mempunyai semboyan “Tidak akan menikah sebelum Indonesia
merdeka.” Bahkan setelah Indonesia merdeka, beliau belum menikah juga. Hingga
Soekarno melamarkan dan memaksa beliau untuk menikahi Ibu Rachmi di usia 43
tahun. Hal ini tentu tidak patut kita tiru, semboyan yang tak mampu dipenuhi.
Karena Mohammad Hatta
adalah orang yang lurus maka saat Soekarno menikah lagi beliau sangat marah. Hanya
Ibu Fatmawati yang dianggap Mohammad Hatta sebagai istri Soekarno. Saat datang
ke istana, Mohammad Hatta hanya menyapa Ibu Fatmawati. Dan jika bertemu dengan
istri-istri Soekarno yang lain, beliau menyingkir.
Begitulah Mohammad
Hatta, orang yang lurus, tekun, tidak macam-macam tetapi disegani. Hidup beliau
sangat sederhana. Di akhir hidup beliau sangat kesulitan untuk membayar air PAM.
Beliau punya cita-cita membeli sepatu yang agak mahal tetapi sampai meninggal dunia hal itu tidak
terwujud. Setelah kunjungan dari luar negeri, ajudan beliau diminta untuk
mencatat berapa keperluan selama kunjungan dan sisanya dikembalikan ke negara.
Beliau pernah ibadah
haji bersama istri dan adiknya, sedangkan Soekarno menawari beliau untuk naik pesawat
kepresidenan secara gratis tetapi ditolak karena memilih seperti jamaah lain
yang harus membayar. Saat menikahi Ibu Rachmi, Mohammad Hatta tidak memberi mahar
harta, tetapi dengan emas kawin yang lebih monumental yakni buku yang berjudul Alam
Pikiran Yunani karangan beliau. Buku tersebut merupakan tulisan materi-materi
kursus beliau selama dibuang di Digul, lalu dijilid dan dibuat buku sebagai
emas kawin yang masih dapat dibaca sampai saat ini. Hal ini dapat diteladani, karya yang
berupa ilmu dan digunakan sebagai emas kawin akan lebih abadi dibanding harta
yang tidak tahan lama.
Pengaruh pemikiran
Hatta masih dapat dirasakan dan sangat menginspirasi saya sampai hari ini. Ada 2
gagasan yang perlu diabadikan dalam prasasti kecilku. Pertama, gagasan Mohammad
Hatta yang masih relevan dengan kondisi sekarang:
“Jatuh
bangun negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar
persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian
pulau di peta. Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila
kita sendiri gemar memperdaya sesama saudara sebangsa, merusak dan mencuri
kekayaan Ibu Pertiwi.”
Kalimat-kalimat Mohammad
Hatta di atas jika dibaca berulang kali akan terasa bahwa masih sangat cocok dengan
masa sekarang. Penyakit paling besar bangsa Indonesia sampai hari ini adalah tidak
kompak atau saling menjatuhkan. Jangan mimpi untuk bisa unggul dari bangsa lain
jika tidak saling mendukung, malah saling mengecilkan yang lain dan hanya membesarkan
diri sendiri. Seperti pesan Soekarno bahwa modus hidup bangsa Indonesia adalah
gotong royong, begitu bangsa Indonesia individualis maka akan kehilangan
identitas. Dan jangan mimpi maju, orang-orang yang kehilangan identitas. Jadi,
Mohammad Hatta sangat gelisah luar biasa di akhir-akhir hidupnya karena melihat
ada banyak hal yang tidak cocok dengan idealismenya terjadi di Indonesia.
Beliau tidak cocok
dengan Soekarno di bagian-bagian akhir kepemimpinannya sampai mengundurkan diri dari dunia
politik. Meskipun demikian, beliau tetap menjalin hubungan baik dengan Soekarno.
Suatu ketika, Soekarno mantu anak pertama yakni Guntur tetapi saat ijab qabul
Soekarno tidak ada di tempat. Saat Soekarno ditelpon Guntur, “Siapa yang
menemani saya ijab qabul Pak?”, Soekarno menjawab,“Hatta”. Padahal saat itu
beliau-beliau sedang saling bermusuhan, tetapi dengan tegas Soekarno menjawab
Hatta karena Soekarno tahu betapa kualitas dan keteguhan seorang Hatta. Dan
Mohammad Hatta juga demikian, begitu diminta untuk menemani Guntur menikah, beliau
tidak menolak dan langsung menerima, padahal saat itu sedang pecah. Mentalitas
seperti itu di masa sekarang sangat jarang.
Gagasan Mohammad Hatta selanjutnya
di salah satu bukunya yang sangat menginspirasi saya yakni:
“Jika
memang cinta, kejarlah. Jika tidak bisa berlari, berjalanlah. Jika tidak bisa
juga, berjalanlah di tempat. Setidaknya kau tidak diam.”
Cinta apapun itu. Maksudnya jika punya cita-cita yang diharapkan itu juga termasuk dalam kuadran cinta. Jika memang cinta kejarlah, apakah sanggup? Jika tidak mampu berlari maka berjalanlah. Semampunya. Jika tidak mampu lagi, maka bergeraklah dengan jalan di tempat. Semampunya asal tidak diam. Hal yang terpenting adalah ada gerakan, usaha, ikhtiar dalam bentuk apapun itu. Ingin Indonesia makmur, berusahalah sesuai dengan kadar kemampuan kita. Jika yang kita mampu jalan di tempat, lakukanlah, yang penting jangan diam.
Jalan di tempat memang tidak berpindah dan hanya dapat capek tetapi itu lumayan
daripada diam saja. Jalan di tempat dapat diibaratkan seperti aktivitas membaca tetapi tidak
paham-paham. Hal tersebut tidak masalah, urusan gagal dan tidak paham itu nasib, setidaknya kita
tidak diam dan ada usaha. InsyaAllah sekalipun hanya jalan di tempat tetap akan
jadi wasilah untuk mendapatkan pertolongan Allah karena yang dinilai adalah
ikhtiar dan proses lebih penting daripada hasil. Begitulah kaji kisah, gagasan
dan inspirasi salah satu founding father kita, Mohammad Hatta.
BalasHapusKeren pak hatta yg selalu menginspirasi.
Berlari, kalau tak bisa,baru berjalan kalau tak bisa lagi, jalan ditempat atau merangkak,
Karena cita-cita tak akan mendekat kalau tak diusahakan
Pak Hatta yg kerap bertentangan dengan Soekarno, tp bisa menjadi wakilnya. Kerenn
BalasHapusBung Hatta sang nasionalis sejati, dan ilmunya yang sangat luas yang perlu kita teladani,
BalasHapusKesetiaan cinta dari Muhammad Hatta kepada Ibu Rachmi, patut saya contoh
BalasHapusitulah keseimbangan, ada yang keras juga ada yang kalem, ada sukarno ada muh hatta
BalasHapustop top top