Teguh Prinsip

Sebagai seorang guru pasti berharap agar ke depan anak didiknya dapat meraih masa depan yang cemerlang. Hanya saja tentang masa depan itu memang masih misteri yang berada dalam kuasa Sang Maha. Dan hal yang dapat kita lakukan sebagai guru untuk mempersiapkan masa depan anak didik tentu dengan mendidiknya yang merupakan ranah ikhtiar kita sebagai manusia. Salah satu didikan yang perlu kita tanamkan ke anak didik adalah karakter pantang menyerah untuk meraih cita-cita.

Karakter ini tidak dapat muncul hanya dengan kata-kata yang dinasehatkan kepada anak didiknya. Mungkin ikhtiar dengan menasehati ini kadang menjadi andalan guru dalam mendidik anak-anak. Ada beragam model cara menasehati anak didik agar memiliki karakater pantang menyerah seperti menonton video motivasi, menceritakan kisah orang-orang yang sukses yang pantang menyerah karena dia dapat bangkit dari kegagalan, mengirimkan qoute-qoute melalui pesan singkat, memperdengarkan podcast yang berkaitan dengan pembentukan karakter dan ada beragam cara yang lain untuk memasukkan nasehat ke anak didik. Hanya saja seperti di kalimat awal paragraf semua itu masih dalam asupan kognitif bagi anak didik.

Ada metode yang menurut saya lebih ampuh untuk mendidik anak didik agar memiliki karakter yang pantang menyerah. Tiada lain itu adalah metode keteladanan atau role model. Baik secara sadar maupun tidak sadar, sikap dan gerak-gerik kita sebagai guru pasti diamati oleh para anak didik. 

Sedikit kisah yang dapat saya sampaikan tentang pengalaman saya secara tidak langsung diharapkan juga dapat mendidik anak-anak untuk memiliki kerakter pantang menyerah. Pada saat saya mengajar, ada beberapa anak yang berulang kali terlambat masuk kelas. Sesuai kesepakatan mereka seharusnya melakukan konsekuensi karena terlambat. Hanya saja mereka tidak berkenan melakukan konsekuensi itu tetapi dengan santai masuk ke kelas dan membuat gaduh. Saya pun berhenti untuk berbicara dan menunggu mereka tenang. Dan mereka tidak sadar kalau sedang saya tunggu untuk tenang. Lalu saya menuliskan sesuatu di papan "Silakan bagi yang ingin belajar ke Lab IPA". Saya dan beberapa anak pindah ke Lab IPA dan  ternyata anak-anak yang terlambat juga ikut menuju ke Lab IPA. Dan saat di Lab IPA itu mereka baru berkenan melakukan konsekuensi atas keterlambatan mereka karena mereka tidak saya perbolehkan masuk ruangan jika konsekuensi itu tidak dilakukan. Alhamdulillah saat itu saya memegang kunci lab, jadi saya kunci terlebih dahulu pintunya sebelum mereka masuk.

Dari kisah tersebut, mungkin di awal pembaca menilai bahwa saya sebagai guru kurang memiliki sikap pantang menyerah alias kalah dengan siswa. Hanya saja, konsekuensi yang harus dilakukan tetap saya pegang. Saya memang mengalah untuk pindah Lab IPA karena melihat kondisi kelas yang kurang kondusif dan mencari suasana baru. Alhamdulillah dengan keputusan itu akhirnya keteguhan prinsip dalam menerapkan konsekuensi bagi yang terlambat dapat diberlakukan. Meski mereka belum menerima pesan tentang keteguhan prinsip itu dibutuhkan sebagai proses pembentukan karakter yang pantang menyerah, semoga pengalaman tersebut dapat menjadi pemantik mereka. Pemantik untuk selalu konsisten atas kesepakatan yang telah dibuat alias teguh prinsip, pemantik untuk mereka juga agar ke depan tetap ingin terus belajar meski melakukan kesalahan. Teguh prinsip itulah yang menjadi dasar mengapa kita tidak boleh pantang menyerah. Ya, karena kita punya prinsip. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual