The Art of Loving

Siapa yang tidak tahu apa pun, tidak mencintai apa pun. Siapa yang tidak melakukan apa pun, tidak memahami apa pun. Barang siapa yang tidak memahami apa pun, tidaklah berarti. Namun, siapa yang memahami juga mencintai, memperhatikan, melihat... Pengetahuan yang semakin luas terkandung dalam satu hal, semakin besarnya cinta... Siapa pun yang membayangkan bahwa semua buah masak pada saat yang sama, tidak ada bedanya dengan stroberi yang tidak tahu apa pun tentang anggur.

___PARACELSUS___


Alhamdulillah dua novel yang bernuansa fiktif sudah terselesaikan. Lalu, dalam prasasti kecilku akan kembali mengulas buku-buku non fiksi seperti kali ini. The Art of Loving karya Erich Fromm mengajarkan kita untuk memaknai hakikat cinta dari perpesktif yang berbeda dengan Sigmun Freud. Jika Freud meyakini semua tindakan cinta dilandaskan pada sisi psikologis, Fromm lebih memilih bahwa cinta itu bersifat eksistensialis yang dicirikan dengan adanya perhatian, tanggung jawab, rasa hormat dan pengetahuan sehingga mengejawantah dalam suatu seni.

Perhatian sebagai implikasi cinta terlihat sangat jelas dalam cinta ibu kepada anaknya. Kita akan meragukan ketulusan  cinta sang ibu jika kita melihat ia tidak mempunyai perhatian pada bayinya.  Cinta adalah perhatian aktif pada kehidupan dan pertumbuhan dari apa yang kita cintai. Perhatian aktif itu merupakan bentuk jerih payah agar sesuatu dapat hidup dan tumbuh. Perhatian mengimplikasikan aspek lain dari cinta yakni tanggung jawab. 

Tanggung jawab sering kali disalahartikan sebagai kewajiban yang ditentukan bagi seseorang dari luar. Namun sesungguhnya makna tanggung jawab dalam konteks cinta menurut Fromm adalah suatu tindakan yang sepenuhnya bersifat sukarela karena mau, mampu dan siap. Dan tanggung jawab ini akan mudah jatuh menjadi dominasi dan kuasa memiliki jika tidak dilengkapi dengan komponen cinta yang selanjutnya yakni rasa hormat.

Rasa hormat bukanlah rasa takut dan terpesona. Rasa hormat atau respek merupakan kemampuan untuk melihat seseorang  sebagaimana adanya dan menyadari individualitasnya yang unik. Dengan demikian, rasa hormat mengimplikasikan tidak adanya eksploitasi. Rasa hormat ada hanya atas dasar kebebasan seperti dikatakan dalam lagu Prancis Kuno "Iamour est I'enfant de la liberte", cinta adalah anak kebebasan, sama sekali bukan anak dominasi. Dan menghormati seseorang atau sesuatu tidak mungkin tanpa mengenalnya; perhatian dan tanggung jawab bersifat buta jika tidak dituntun dengan pengetahuan.

Ada banyak lapisan pengetahuan dalam mencintai yang tidak hanya bersifat luaran, melainkan menembus hingga ke intinya. Dibutuhkan kepedulian agar pengetahuan yang menjadi komponen cinta ini tidak terasa hampa. Pengetahuan mempunyai satu hubungan yang jauh lebih mendasar dengan masalah cinta. Hanya dengan mengenal secara objektif kita dapat mengenal hakikat yang paling dasar dari tindakan mencintai. Tindakan mencintai akan melampaui pikiran, melampaui kata-kata. Dan dengan mengenal diri atau sesuatu di luar diri secara objektif maka akan terungkap kenyataan diri atau lebih dari itu, mengatasi ilusi dan bayangan distorsi rasional kita terhadap diri sendiri, sesamanya maupun semesta. Inilah pengetahuan dimana kita tidak akan pernah memahami misteri manusia dan alam semesta, tetapi kita dapat mengenalinya dalam tindakan mencintai.

Perhatian, tanggung jawab, rasa hormat dan pengetahuan memiliki keterkaitan saatu sama lain. Semuanya merupakan sindrom sikap yang terdapat dalam pribadi yang dewasa yaitu pribadi yang mengembangkan potensi dirinya secara produktif, mau bersusah payah untuk mencapainya, meninggalkan impian narsistik tentang kemahatahuan dan kemahakuasaan serta mempunyai kerendahan hati yang berbasis pada kekuatan batin yang hanya mungkin dicapai melalui aktivitas yang benar-benar produktif. Pemenuhan cinta seseorang tidak dapat dicapai tanpa kemampuan untuk mencintai orang lain, tanpa kerendahan dan keteguhan hati serta keyakinan dan kedisiplinan. 

Apa pun yang menjadi objek cinta seperti cinta sesama, cinta ibu, cinta erotis, cinta diri dan cinta Allah membutuhkan seni yang saling mengkaitkan berbagai komponen itu hingga menjadi cinta yang dewasa. Cinta yang tidak dewasa mengikuti prinsip:"Saya mencintai karena dicintai." Cinta yang dewasa akan mengikuti prinsip:"Saya dicintai karena saya mencintai". Cinta yang tidak dewasa mengatakan:"Saya mencintaimu karena saya membutuhkanmu." Cinta yang dewasa mengatakan:"Saya membutuhkanmu karena saya mencintaimu." Selamat memilih dan berproses.😊🙇‍♀️



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menebus Rindu

Dari Tunggal Kembali Manunggal (Hikayat 1001 Malam)

Letting Go: Perasaan dan Kemampuan Menjual