Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

Laa Tahzan

Tahun 1443H perlahan pergi membawa berbagai kenangan dan kisah suka maupun duka.  Tahun 1444H mulai menampakkan episode. Tertanda hilal pun menyapa anggun di angkasa.   Teringat akan epik Laa Tahzan sang manusia mulia dan sahabatnya. Si penyengat memaksa sahabat meneteskan air mata. Sang manusia mulia pun terbangun dari lelapnya. Wahai sahabat mengapa kau bersedih? Bukankah Allah bersama kita, janganlah bersedih. Diusap pipi sahabat dan noktah penyengat itu yang akhirnya membuahkan kesembuhan dan harapan.  Teriring do'a tulus dan harapan, semoga kita semua dikaruniai kesehatan lahir batin. Dimudahkan untuk mengisi hari-hari mendatang dengan memperkuat ibadah dan memperbanyak amal shalih. Dijauhkan dari prahara dan nestapa. Aamiin ya Allah♥️

Menerima

Mungkin secara logika nalar energi yang dibutuhkan untuk "memberi" terkesan lebih besar dibanding dengan "menerima". Pasalnya dampak dari "memberi" yakni terjadi pengurangan atau penurunan suatu entitas dari si pemberi kepada si penerima. Tentu hal ini masuk akal untuk konteks "memberi-menerima" di ruang lingkup yang kasat mata atau materialisme. Akan berbeda jika "memberi-menerima" tersebut dibawa ke alam nurani. Dalam nurani kita membutuhkan kelapangan dan keluasan yang lebih besar saat kondisi "menerima". Keluasan dan kelapangan nurani inilah yang dikompensasikan sebagai energi yang lumayan besar.  Energi untuk dapat menerima juga mengharuskan adanya kemampuan, kejernihan, kepahaman, kemauan dan kesiapan yang tentunya semua itu tidak serta merta. Mengapa begitu? Yupz, nurani kita senantiasa bersanding dengan ego plus nafsu yang perlu disadari terlebih dahulu agar dapat dikendalikan.  Yuk senantiasa berproses untuk dapat men

Flate

Hanya cermin maupun lensa datar yang tidak memiliki jari-jari kelengkungan seperti pada cermin dan lensa cekung serta cembung. Jari-jari kelengkungan ini menjadi tanda adanya kecondongan atau kecenderungan ke pusat lensa atau cermin. Dengan analagi itu kucoba menafsirkan emoticon datar atau flate.  Apakah benar sudah tidak ada kecenderungan jika kudapati emoticon flate? Hanya yang share yang tahu. Sekalipun aku penasaran tapi sayang tanpa penjelasan sehingga sampai sekarang membuatku penasaran apa maksud emoticon flate.

Mendua

Mendua aku tak mampu Itulah sepotong lirik lagu dari grup band Kahitna. Meski konteksnya tentang percintaan, tapi dalam prasasti ini ingin kutuangkan tentang "aktivitasku". Ya benar, mendua aku tak mampu untuk meraih kualitas saat jadwal bertumbukan. Bagaimana aku bisa mendua jika dalam diriku sudah dibekali "God Spot" yang selalu mengarahkan untuk fokus satu hal yang merupakan batas diriku sebagai makhluk biasa bukan Sang Maha. Dilema yang kurasa saat mendua. Berharap suatu saat akan tiba pada hari yang biasa. Hari yang tidak menjadikanku untuk mendua atau mentiga atau bahkan lebih. Hari yang mendukungku untuk mencapai kualitas bukan hanya kuantitas. Hari yang mengantarkanku pada kesetiaan dan kefokusan. Semoga🙇‍♀️  

HEART

H = Heal in His Presence is Mindfulness E = Engage with Purpose is Purpose A = Achieve with Gratitude is Gratitude R = Raise with Patience and Humality is Emotional Regulation T = Thrive with Compassion is Compassion & Service Kelangsungan hidup adalah ciri hewan, ketakutan menjadi motivasi. Sekedar kelangsungan hidup tidak sesuai untuk makhluk spiritual. Keingintahuan, kasih sayang, kreativitas adalah permainannya, cinta sebagai syarat sebagai motivasinya.  ----Peter Shepherd----

Akting

Aku sudah merasa baik Padahal masih Sekedar membual tentang kebaikan Aku sudah merasa mulia Padahal hanya Sekedar mengutip kata para cendekia Aku sudah merasa penuntun Padahal, cuma Sekedar berjalan menyusur Mengikut alur Aku merasa besar Padahal, aslinya Sekedar mengenakan baju pinjaman Aku merasa penting tak terkira Padahal, nyatanya  Sekedar gaya dan lagak belaka Ah, bodohnya aku Yang tertipu oleh aku ----Fahruddin Faiz---- #Terima kasih atas pengingatnya kawanku, perlu berlatih agar tidak spontan di muka umum,  masih jatuh bangun agar bisa untuk merasa, bukan merasa bisa, mohon bimbingan dan doanya selalu🙇‍♀️  

Mengapa?

Yuk kita mulai bertanya mengapa. Misal, mengapa manusia butuh tidur? Karena kita punya keterbatasan. Mengapa manusia punya keterbatasan? Agar manusia tidak sombong. Mengapa manusia tidak boleh sombong? Karena sombong itu dosa dan agar manusia tidak menandingi Tuhan. Mengapa manusia tidak boleh menandingi Tuhan? Agar tidak kualat dan tidak terkena azab alias agar aman. Mengapa manusia butuh aman? Silakan dipikirkan ya.  Memang menjengkelkan jika kita senantiasa mengejar pemahaman tentang sesuatu dengan pertanyaan "mengapa". Bahkan jika tidak terkontrol mungkin bisa stress, upz....,jangan sampai ya, semoga kita tetap terkendali. Hanya saja, ternyata dengan bertanya "mengapa" maka kita menjadi sadar alias tidak asal-asalan sehingga hidup ini bermakna.  Socrates juga mengajarkan bahwa hidup yang tidak pernah diuji atau dipertanyakan misal dengan pertanyaan "mengapa", itu termasuk hidup yang tidak bernilai. Dan salah satu tanda kecerdasan spiritualitas kita tum

Pengapit Maaf

Pernahkah kita meresapi dan merenungi makna doa dalam duduk di antara dua sujud? Setelah sujud kita dituntun untuk duduk secara tumakninah sembari melantunkan doa yang di awali dengan permintaan maaf atau ampunan.  Apa yang salah dengan sujud pertama kita sehingga setelah itu diperintahkan untuk duduk dan memohon ampun? Ternyata rahasianya adalah permohonan ampunan itu sebagai penyempurnaan sujud kita yang mungkin kurang khusyuk plus sebagai pengapit awal untuk doa-doa selanjutnya. Doa berikutnya mencerminkan kebutuhan dasar dan fitrah semua manusia pada umumnya. Fitrah manusia butuh kasih sayang, perlu kecukupan, ingin ditinggikan derajat, mau curahan rizki, berharap dapat petunjuk dan penting untuk sehat. Kebutuhan dasar atau fitrah tersebut tak dapat dipungkiri oleh siapa pun sekalipun manusia asketik atau para sufi pertapa. Pengapit selanjutnya dari doa sujud kita adalah permintamaafan lagi. Minta maaf mungkin kita kurang serius berdoa, mohon maaf karena bisa jadi kita kurang yakin

Tulus

Kutulis ini bukan berarti diriku sudah menjadi pribadi yang tulus. Bukan pula bermaksud menceramahi kalian. Ku hanya ingin mengabadikan kisahku dalam prasasti ini saat meneguk ketulusan itu. Di rumah kudapati panutan tulus dari sosok ibuku. Alhamdulillah terlahir dari rahim seorang ibu yang senantiasa memancarkan dan mengajarkan ketulusan. Dari sebelum fajar beliau terbangun untuk tulus mengabdi dan bermunajat kepadaNya. Semua aktivitas dijalani ibuku dengan penuh cinta meski sebagian besar waktu hanya di rumah. Hingga malam sebelum terlelap, senantiasa diakhiri dengan sholat penutup dan lantunan Al Mulk.  Tak ada kata keluhan yang terucap dalam hembusan nafas beliau sekalipun kami anak-anak ibu-bapak kadang agak "ngeyel". Dapat kupelajari bahwa berkat ketulusan ibuk-lah maka akhirnya kami dapat takluk, tunduk, taat dan makin sayang plus cinta banget sama ibu. Dan beliau satu-satunya mutiara paling terindah di keluarga kami setelah bapak wafat. Di luar rumah, alhamdulillah di

Kontraposisi

Kondisi saat terlalu mementingkan diri sendiri biasa disebut sebagai egois. Sebaliknya sikap yang berlebihan dalam mengutamakan orang lain dikenal dengan altruis.  Mungkin egois terlihat jelek dan altruisme itu bagus. Hanya saja bagiku keduanya sama-sama hal yang terlalu mengutub. Bahkan dibalik altruisme bisa jadi ada pamrih tersembunyi yang ujungnya adalah keegoisan. Jalan tengah yang dapat dilakukan yakni memilih dan memilah niat kita dengan saling mengerti serta empati. How do it? Ya, sedikit banyak kita perlu mengolah kepekaan rasa dengan berpindah peran. Bagaimana jika aku menjadi kamu dan andai kamu menjadi aku alias kontraposisi. Meskipun mustahil di alam nyata, tetapi di alam imajinasi kita semua dapat memerankan kontraposisi, asal senantiasa di asah. Apalagi ditambah dengan kedalaman rasa atau empati saat melakukan kontraposisi di alam imajinasi tidak akan pernah ada kebohongan dan kelicikan seperti di dunia nyata saat menggunakan logika untung rugi. Sesekali mungkin masih ja

Jenuh

Semasa belajar di bangku formal kupahami bahwa suatu larutan dikatakan jenuh jika zat terlarut lebih besar daripada zat pelarut. Misal minuman susu disebut jenuh jika bubuk susu lebih banyak daripada air alias kental banget. Cara menjadikan minuman susu tersebut agar tidak jenuh tentu dengan menambah air dan tidak mungkin mengurangi jumlah susu karena sudah terlanjur bercampur dengan air. Bagaimana jika hidup kita yang terasa jenuh? Bisa jadi jenuh itu menghinggapi kita karena begitu banyak amanah yang ditanggung dan rutinitas yang membosankan. Belajar dari fenomena di atas maka tidak mungkin kita mengurangi amanah atau rutinitas yang ada. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengencerkan kejenuhan hidup yakni dengan melarutkannya. What can we do? Sesekali ngejoke, cari teman yang bisa jadi sumber inspirasi, membaca puisi atau tilawah, memandang luasnya langit atau melihat indahnya pemandangan alam, sujud sedalam mungkin dengan sepenuh hati, senam ringan atau menggeliatkan badan,

Planet Adam

Serasa jadi alien aku berada di sana. Why? besok aku lanjutkan lagi ya

Bimbangku Berbuah

Pertama lihat share tentang acara itu langsung klik buat daftar tapi harus berbayar. Dan sayang alokasi dana upgrade diri bulan ini sudah minus. Hingga saat H-1 menit ada peluang untuk join terbuka lebar.  Diri ini pun menginformasikan ke kawan yang lain tentang peluang itu. Hanya saja the power of attraction menyurutkan niatku saat mengetahui beliau tidak bisa gabung karena ada acara lain yang lebih urgen. Plus syarat berbayar yang belum aku penuhi juga mengarahkanku pada kebimbangan. Gabung atau tidak ya, yang akhirnya diri ini mantap untuk memilih upgrade lain yang gratis dengan menyimak lanjutan MJS channel setelah bersih-bersih diri. Tiba-tiba ada notice yang menggerakkanku untuk join ke acara itu sekalipun terlambat. Agak riweh memang karena awalnya menyimak MJS dengan rebahan harus berubah on kamera untuk acara itu. Belum selesai diri ini berbenah posisi dan menutup aurat, acaranya sudah sampai ke sesi foto bersama yang dilanjutkan dengan pengundian doorprize. Dan benar-benar su

Bahagia

Untuk apa hidup ini? Pasti manusia hidup ingin bahagia. Ini bukan jawaban normatif tetapi lebih tepatnya jawaban final dari tujuan hidup. Misal jika ada yang menjawab hidup agar bermanfaat maka akan dapat dikejar lagi dengan pertanyaan, untuk apa harus bermanfaat? Dan ujungnya agar bahagia. Mungkin setiap orang memaknai bahagia dengan versi masing-masing. Misal anak kecil memaknai bahagia jika diberi mainan atau mendapatkan jajan yang diinginkan. Ada juga yang memaknai bahagia dengan punya banyak uang.  Bahkan berbeda pula dengan makna bahagia bagi orang yang sedang dirundung asmara maka bahagia menurutnya mungkin berbalas perasaannya. Bertolak dari berbagai makna bahagia yang relatif, maka ilmu sains mencoba mengungkap sisi empiris dari bahagia agar dapat menjadi universal. Sampai saat ini masih dipercaya bahwa rasa bahagia dapat terpacu secara alami salah satunya karena ada hormon endorfin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari di otak. Hormon ini diproduksi sebagai respon bahan kim

Trial & Follow Up

Gambar
Telinga kita tidak asing dengan istilah "trial and error" yang ternyata pencetusnya adalah Edward Thorndike, seorang psikolog pendidikan. Mungkin pula ada yang pernah membaca novel atau film dengan judul "trial and error". Hanya saja, untuk refleksi masa pengenalan lingkungan sekolah atau MPLS kali ini saya sedikit modifikasi istilah tersebut dengan reff lagu dari Kangen Band menjadi trial and follow up, coba dan tindak lanjuti. Coba kau pikirkan coba kau renungkan Apa yang kau inginkan telah aku lakukan Coba kau pikirkan coba kau renungkan Tanya bintang-bintang hanya kaulah yang ku sayang Coba kau katakan apa yang kau inginkan Saat MPLS ada "trial" atau tahap mencoba dari pihak panitia atau pun peserta. Misal saya sebagai panitia mencoba untuk mengkoordinir tim yodha pati, mencoba bekerja sama dengan coach dalam memandu permainan, mencoba mempersiapkan konsep team building serta berbagai perlengkapan baik untuk permainan indoor maupun outdoor. Dari sisi p

Rasaku

Berasa seperti permen nano-nano itulah kata yang mewakili rasaku di hari itu. Ada manis, asam, asin plus pedas. Manis di awal dengan adanya brainwash dari Dr. Capri Anjaya, S.Pd, M.Hum tentang kurikulum ngumpet yang kurasa dapat memantik kesadaran para guru dan pelatih untuk mendidik. Manis juga terasa saat melakukan permainan-permainan berkelompok yang penuh kekompakan, canda, tawa dan gojet bagi tim yang didiskualifikasi. Bahkan keakraban antara peserta mulai terbangun.  Sekalipun di awal masih terlihat canggung, alhamdulillah dengan kegiatan ini dapat lumayan melumer bagaikan gula-gula yang mencair.  Sekitar tengah hari acara pertama berakhir yang kemudian disambung dengan arahan dari kepala asrama tentang penyambutan siswa baru. Rasa asam alias kecut mulai menyelimuti pikiranku karena para pengantar siswa baru terlihat bergerombol dan notabene beliau-beliau adalah tamu tapi kami tetap harus makan di area terbuka sehingga terkesan kurang etis bagiku, tapi ya bagaimana lagi. Andai bi

Planning

Ada waktu yang kita perlukan untuk membuat planning atau perencanaan sehingga impian yang diharapkan semoga dapat terwujud. Variabel waktu inilah yang menjadi modal utama dan perlu disadari keterisiannya dalam bentuk tindakan atau amal dari suatu program. Setelah modal waktu sudah tersedia maka yang menjadi penentu selanjutnya adalah tingkat urgensitas atau nilai penting akan harapan atau program tersebut. Pernah suatu masa saat berada dalam suatu sistem, diri ini tertempa menjadi pribadi yang "planningable" alias senantiasa merencanakan setiap aktivitas sehari-hari. Dari waktu bangun tidur sampai tidur lagi semua aktivitas terencana dan tertata dengan rapi. Mungkin karena sejak kecil sudah terbiasa jadi tak ada keterkegutan dalam mengikuti sistem tersebut. Memang kurang nyaman bagiku jika hidup tanpa arah dan tak terencana.  Hanya saja, semua planning rencana hidupku bisa dikatakan belum semuanya terwujud. Misal target umur segini itu begini, umur segitu punya planning begit

Inner & Outer Beauty

Bermain dalam ingatanku kenangan saat kali pertama diri ini belajar menari di sudut ruangan taman kanak-kanak dengan bimbingan seorang guru tari perempuan. Berlanjut di sekolah dasar yang memperkenalkanku dengan teman-teman dari berbagai kecamatan di bawah binaan guru tari laki-laki. Kegiatan menari ini masih kugeluti ketika beranjak remaja hingga awal bangku menengah atas.  Sempat juga menciptakan dan membawakan tari kreasi baru yang bernama "Goyang Pesantenan" sekalipun awalnya mendeklarasikan diri sebagai penari klasik. Dari tarian-tarian yang kubawakan, semua mengajarkan gerakan lemah gemulai, mesem alias senyum, kenes atau lincah menawan hati, dan mempercantik paras. Hingga suatu saat kutanggalkan semua hal yang berhubungan dengan tari-menari. Kumenemukan ruang yang jauh dari hingar-bingar gemerlap panggung dan lenggak-lenggok tarian. Kondisi sunyi dan menyelaras masuk ke dalam kalbu benar-benar kunikmati.  Mengisi relung yang sempat kering dan haus karena dahulu jarang

Tak Terlambat Menjawab

Memori diskusi dengan cinta pertamaku ikut terlintas saat kulantunkan dzikir di pagi itu. Terngiang pertanyaan, "Nduk, bapakmu iku kan aku, nek bapakku iku mbah Min, lha nek krungu ning pengajian-pengajian kok nek didangu bapake sapa jawabe iku kudu Nabi Ibrahim? Kritis, logis dan radikal mendalam, itulah metode yang digunakan Bapak dalam berdiskusi untuk mengupas keingintahuan dan penasaran yang ada. Kadang obrolan kami juga mengalami kebuntuan karena teguh dengan semesta pengetahuan masing-masing. Hingga suatu saat tertentu, seperti di pagi itu kutemukan suatu ilham. InsyaaAllah Bapak pasti melihat jawaban di prasasti ini sekalipun sudah di alam keabadian.  أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ  Ash-bahnaa ‘ala fithrotil islaam wa ‘alaa kalimatil ikhlaash, wa ‘alaa diini nabiyyinaa Muha

Terluka tapi Tak Berdarah

When you invent the ship, you also invent the shipwreck; when you invent the plane you also invent the plane crash; and when you invent electricity, you invent electrocution...Every technology carries its own negativity, which is invented at the same time as technical progress. Saat engkau menciptakan kapal, engkau juga menciptakan kecelakaan kapal; saat engkau menciptakan pesawat terbang, engkau juga menciptakan kecelakaan pesawat; dan saat engkau menciptakan listrik, engkau juga menciptakan sengatan listrik…setiap teknologi membawa negatifitasnya sendiri, yang diciptakan di waktu yang sama bersama perkembangan teknologi…  ---Paul Virillio--- Teknologi terkini yakni IoT atau Internet of Things sudah merambah ke beragam kalangan termasuk anak-anak les ibuku yang masih TK sudah memiliki grup WA sebagai pengguna teknologi tersebut. Grup cah milenial itulah nama grup adik-adik les yang masih dan pernah les di keluarga kami. Grup tersebut lumayan memberikan hiburan plus pembelajaran. Celot

Enam "SA"

Pernah ada kawan bertanya, bagaimana menghapus kenangan yang kurang menyenangkan di masa lalu? Menghadapi ketakutan akan masa depan yang belum jelas? Menyelesaikan tugas hari ini yang begitu menumpuk? Kegalutan tentang semua itu sedikit banyak pasti dialami oleh semua manusia, hanya saja intensitasnya mungkin berbeda-beda.  Ada satu tips dari Ki Ageng Suryo Mentaram, sang putra mahkota yang memilih menjadi rakyat jelata, agar sedikit banyak meringankan "presure" akan masa lalu, masa depan maupun masa kini. Ketika tinggal di istana, Ki Ageng tidak pernah bertemu dengan "manusia" yang benar-benar manusia. Meskipun dalam kesehariannya banyak pelayan yang siap melayani dan hidup dalam penuh penghormatan. Hingga akhirnya Ki Ageng meminta ijin kepada Ayahanda Sri Sultan Hamengku Buwana VII untuk meninggalkan istana dengan segala konsekuensi yang ditanggungnya.  Dalam menjalani kehidupan sebagai rakyat jelata, Ki Ageng bersama Ki Hajar Dewantara mengadakan pertemuan semaca

Impian

Sudah menjadi fitrah bahwa dalam hidup ini akan senantiasa ada interaksi dengan berbagai makhluk yang lain. Sekalipun sebatang pohon kaktus di gurun gersang juga tetap membutuhkan makhluk yang lain seperti pasir sebagai media untuk tumbuh si kaktus. Jadi makhluk dalam konteks ini adalah segala yang diciptakanNya atau dengan kata lain makhluk itu bukanlah hanya komponen biotik yang selalu bernafas. Jika ingin menghitung jumlah makhluk yang ada di biosfer bumi ini tentu pengetahuan angka yang kita pahami tak akan mampu menjangkaunya. Untuk dapat melangsungkan hidup bersama dengan nyaman dan bahagia seyogyanya makhluk yang tak terjangkau jumlahnya itu perlu menaati aturan mainNya. Namun, dari semua makhluk yang diciptakanNya, hanya manusia yang dapat "membijaksanai" aturan main itu. Misal, makhluk yang berupa air tidak akan pernah protes untuk mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah kecuali jika ada campur tangan manusia dengan cara membuat alat pemompa maka air b

Tabungan dengan Bunga Berlipat

Kutulis refleksi ini setelah ada obrolan tentang saving dengan salah satu kawan. Sisi realistisnya mengajakku untuk kembali berjalan ke dalam menyelami makna hidup. Mungkin bagai dua sisi mata uang, beliau memandang dari bagian atas lalu membuatku tergoda melihat dari sisi yang lain. Terima kasih atas pancingan pemantiknya😄 🙇‍♀️ Demi masa Sungguh, manusia berada dalam kerugian,  kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran Saat ditanya, berapa umurku sekarang ? Pasti senantiasa terbesit pertanyaan lain yang muncul tiba-tiba. Amal apa yang telah dilakukan selama itu? Kalau sudah  beramal, berbuah manis atau pahitkah amal itu bagi dunia dan akherat? Begitulah pertanyaan-pertanyaan retoris yang kadang kita belum mampu menjawab dengan jawaban yang pasti. Bahkan, bisik hati yang lain mengatakan “Manusia hanya diminta untuk beramal, bukan urusanmu untuk menimbang   amal itu, bisa-bisa kamu tid

Paket Jadi : Transformasi

Manusia tercipta tidak seperti makhluk lain yang hanya membutuhkan beberapa waktu sehingga mampu memaksimalkan semua potensi. Dengan kata lain, manusia bukanlah paket jadi dalam sekejap seperti hewan dan tumbuhan. Misal, si Miu, kucingku setelah sekitar dua pekan melahirkan Mola dan Moli dapat langsung mengajak si kucil alias kucing kecil untuk berjalan-jalan di halaman belakang rumah. Begitu pula dengan tanaman yang sejak tunas sudah dapat menyerap air dan zat hara dalam tanah tanpa menginduk ke inang.  Dalam sejarah hidup manusia, salah satu model penempaan pada abad sebelum Masehi yang memfasilitasi manusia untuk menuju paket jadi itu berupa akademik Plato. Dilanjutkan pada abad tengah dengan model skolastik yang sekarang disebut dengan sekolah yang tersusun dari kelas-kelas. Di belahan bumi yang lain setelah abad itu, ada bentuk majelis, halaqoh, padepokan maupun pesantren. Apapun model yang ada, semua menyuguhkan harapan agar manusia dapat mengembangkan perangkat-perangkat yang te

31x Kau Mengulangnya

Jawaban dari sang narasumber webinar writing mengalirkan energi untuk menjelajahi lagi kenangan di bulan Dzulhijjah. Perlahan yakinkan diri, untaian kata yang selama ini hanya tersimpan di loker si putih insyaaAllah pantas tuk bersanding dengan yang lain dalam prasasti ini. Selamat menyelami🙇‍♀️ Fabi ayyi alaa irobbikumaa tukadzibaan..... Maka nikmat TuhanMu manakah yang kamu dustakan? (Q.S Ar-Rahman) Pagi itu begitu cerah, secerah wajah para santri PPMi RP, setelah semalam diguyur hujan yang menyejukkan dengan khas aroma tanah. Dari meja makan sampai ruang kelas pasti ada canda dan tawa yang menambah hangat ukhuwah. Suasana Sabtu pagi itu berbeda dari biasanya, rencana pembubaran panitia Idul Adha dengan rihlah ke air terjun Sri Gethuk dilanjutkan kunjungan ke Panti Asuhan Sayap Ibu didahului sebuah tragedi. Ada dua dosen yang datang ke pondok dengan asumsi memberikan mata kuliah pengganti yang kemarin sempat kosong. Hanya misscomuncation   yang terjadi antara musrifah dan para

Masih : Nilai Cinta

Masih belum bosan juga mencerna ulang lembaran-lembaran Terjemah Rasa/Tentang Aku, Hamba dan Cinta. Kali ini pesan yang termaktub sangat related dengan curahan kaum Hawa yang ku dengar langsung di hari itu.  Cinta pada masa kini, betapa kehilangan harga diri. Ia dipakai dengan makna yang menunjukkan keterpesonaan jasmani. Ia dipakai sebagai istilah yang menggambarkan hasrat memiliki dan nafsu duniawi. Ia gunakan dengan arti senang-senang mengumbar birahi, asyik lupa diri bersama yang dicintai. Cinta pada masa kini, betapa kehilangan jati diri. Ia harus tampil dengan menanggung beragam pamrih dan ambisi. Ia harus hadir dengan bahasa ekonomi, jika tak ingin dipandang sekedar ungkapan basa-basi. Ia harus beradaptasi dengan logika untung-rugi, iri-dengki kompetisi dan pamrih jika tak ingin dipandang tak bernilai. Para pecinta pada masa kini begitu malang sepi. Kala ia tampakkan wajahnya yang asli, semua memandangnya geli, seperti orang asing di negeri asing yang kata-katanya dianggap lucu

Kau Kira

Tergerak untuk membuka kembali "Terjemah Rasa/Tentang Aku, Hamba dan Cinta buah karya guru kehidupanku. Dan ternyata ada sajak  yang mengingatkan diriku dengan celetuk salah satu teman, "Bu Dwi sekarang ada ya". Kau kira aku ada Dia pun begitu mengira Lalu, mereka Juga banyak orang semua Aku tergoda dan mengira Aku ada Hingga bergiliran menimpa Engkau kecewa Dia kecewa Mereka kecewa Juga banyak orang semua Aku termangu dan nafas kuhela sedalamnya Aku kecewa pula Kau kira aku ada? Tiada----itu Hakiki Diadakan----itu Esensi Mengada----itu Eksistensi Merasa ada----itu Ego Pribadi Ingin (dianggap) ada----itu Ambisi Mengada-ada----itu Nafsu Duniawi Kehilangan ada----itu Kodrati Tiada----kembali ke Hakiki Dari semuanya, masihkah kau kira aku ada? ----Fahruddin Faiz----

Kurikulum Hidup : Refleksi IHT

Bagi yang bergelut di dunia pendidikan akan tidak asing dengan kata kurikulum. Mengutip dari Olivia dalam buku “Developing the Curriculum“ menggambarkan bahwa kurikulum seperti orang buta yang sedang memegang gajah. Jika yang dipegang itu telinga gajah maka yang terimajinasikan adalah hal yang lebar, jika yang dipegang ekor akan terpikirkan sebagai sesuatu yang panjang, dan jika yang terpegang kaki maka seperti tabung. Oleh karena itu, dalam menafsirkan kurikulum pun setiap orang memiliki persepsi masing-masing. Bermula dari hal di atas, dalam tulisan ini tentu hanya sekelumit memotret ulasan tentang kurikulum merdeka yang didapatkan dari IHT hari ini. Ranah yang dipilih yakni profil pelajar Pancasila bagi diri pribadi yang dikaitkan dengan kompetensi pendidik karena sejatinya saya juga seorang pelajar dalam hidup ini. Profil pertama yakni beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Alhamdulillah dianugerahi keimanan yang harus dijaga dengan pemahaman ali